Note: Kalo blog post sebelumnya penuh dengan foto-foto, sayang sekali, blog post ini bakal sebaliknya.
Selain karena pengunjung memang nggak diperkenankan motret di dalam rumah hantu HHN, juga karena di acara HHN, prioritas gue adalah nyelamatin jiwa dan batin diri sendiri. Foto-foto? Bhae!Malam – Universal Studios SingaporeSampe di Resort World at Sentosa, waktu menunjukkan jam 7.45 malam. Karena kelaparan, kita makan dulu di Toastbox, sekalian nungguin Icha (YANG MASIH BELUM ADA KABARNYA.
At this point, kita aja nggak tau dia beneran sukses berangkat ke Singapura atau nggak).
![DSCF5850]()
![DSCF5856]()
Apaan, siiih... mau ke acara hantu-hantuan kok malah pada ca'em-ca'em amat, apaan siiih...?! (Ayu pun lengkap dengan kalung Chanelnya)
Sampai kita selesai makan jam 8.30 malam, Icha belum bisa dihubungi.
Oke, deh, masuk aja dulu ke Universal Studios.
Pas masuk, kita disambut oleh suasana khas HHN, yaitu suasana…
rave party.
Gue cerita dikit, ya.
Secara umum, Universal Studios memang sengaja mengangkat nuansa yang lebih “
adult” dibandingkan Disney. Mungkin supaya nggak saingan
head-to-head amat, ya, secara mereka sama-sama industri
theme park terbesar di dunia.
Kalo Disney sangat pakem cuma mau bikin wahana, pertunjukkan, dan
event yang
family-friendly, Universal berani untuk sebaliknya.
HHN adalah salah satu produk Universal Studios yang kagak
family-friendly samsek. Di luar rumah-rumah hantunya, musik yang dipasang di HHN pun musik
rave party, boookkk. Jedang-jedung, ditambah berbagai
strobe light dan efek-efek asap. Kadang diganti musik
rock. Tapi nggak pernah Beyonce. Ku tak suka. Sebal.
Disney would never do this. Mereka akan pasang musik-musik “aman” seperti musik
bubblegum pop,
score music dari film-film animasinya, atau musik instrumen.
OKE, NGELANTURNYA KEJAUHAN.
Walaupun gue selalu sebel sama musik penyambutan HHN, ternyata hal ini memang sukses memompa semangat pengunjung.
Ami mukanya sampe berseri-seri banget. Dese pun berjalan masuk sambil menatap
strobe lighting dengan terpesona, bak laron kesirep lampu jalanan. “Aku kok hepi banget ya, La!”
Ya, tunggu aja sampe masuk rumah hantunya, MUAHAHAHA.
BODY OF WORKRumah hantu yang pertama kita jajal adalah
Body of Work. Kok macem judul DVD senam ala-ala Liza Natalia, ya (punya, sis?).
Sinopsis rumah hantu ini kira-kira begini: ada seorang seniman, bernama Damian. Suatu hari, rumahnya kebakaran dan menewaskan semua anggota keluarganya.
Karena Damian nggak terima atas tragedi ini, mayat anggota keluarganya dia simpan (namanya juga seniman. Eksentrik. Gila dikit). Kemudian dia menjadikan rumahnya sebagai museum berisi mayat, anggota tubuh, dan berbagai kenangan tentang keluarganya tersebut.
Jadi bisa kebayang,
this scare house is a gore fest. Tema besarnya adalah darah-darahan dan daging-dagingan. Makanya, gue justru pede masuk ke Body of Work, karena gue nggak pernah terlalu takut dengan hal-hal yang berbau
gory.
Tapi entah karena adrenalin kita lagi tinggi, karena baru selesai makan, karena kepancing sama elemen-elemen rumah hantunya yang bikin eneg, atau karena di dalam rumah hantu ini ADA KOMIDI PUTARNYA (dan pengunjung harus naik), keluar-keluar kita semua langsung hoeeekkkkk… bak hamil trimester pertama!
Okay, we were not actually puking, tapi efek mualnya sangat terasa. Dengkul gue gemeter, kaki lemes, dan sempet mempertimbangkan untuk muntahin aja deh, shay, biar lega.
Padahal sebelumnya, gue sempet baca sebuah blog
review HHN yang bilang bahwa Body of Works memang membawa efek eneg. Blog tersebut menyarankan agar pengunjung bawa minyak kayu putih atau aromaterapi yang bisa menangkal eneg.
Gue ‘kan mikir “Ah, dasar orang Singapur lebheeey… Nggak ada yang lebih
tough dari perutnya orang Indonesia!” Eh, ternyata bener. Siaul.
Seperti rumah hantu
walkthrough pada umumnya, jalur dalam ruhan Body of Works dibuat menjadi satu jalur sempit, sehingga pengunjung harus jalan dalam satu baris. Nggak bisa gandengan
side-to-side. Bisanya gandengan ala truk gandeng.
Mawar, yang jalan di belakang Mira, sempet histeris sampe ngangkat roknya Mira, sehingga kolornya Mira terekspos ke para "hantu" di sana :D
Tapi Mawar langsung kualat, karena dese… NGOMPOL. Maklum yaaa, ibu anak dua melahirkan normal, nih. Otot kegel nggak semantap dahulu, shay. Heboh campur syok, akhirnya crut! Keluar deh sipip-nya.
Alhasil, pas keluar dari ruhan Body of Works, Mawar langsung, “Miraaaa… minta softeks dong, gue ngompoool!”
*ngakak sampe kayang*
Ruhan Body of Works sendiri sebenarnya bagus dan penuh detil. Misalnya, ada banyak potongan koran yang menceritakan kenapa rumah keluarga Damian bisa kebakaran. Tapi siapa yang bisa peduli sama detil, kalo lagi histeris?
SUICIDE FORESTDari Body of Work, kita lanjut ke
Suicide Forest. Seperti yang pernah gue ceritain sebelumnya, Suicide Forest bukanlah rumah hantu, melainkan
outdoor scare zone. Intinya pengunjung tetap ditakut-takutin juga, sih.
Suicide Forest ini bertemakan hutan tempat bunuh diri. Dalam
scare zone ini, ada bermacam adegan bunuh diri, yang diperagakan oleh sejumlah aktor. Ada orang gantung diri, kuntilanak, orang stres bawa pistol, korban tabrakan mobil, dan sebagainya.
Walaupun bukan sebuah rumah hantu,
scare zone bisa jauuuh lebih teror daripada ruhan. Antara lain karena:
- Aktor hantunya bisa NGEJAR para pengunjung. Asyem! Soalnya zonanya ‘kan terbuka ya, nggak
enclosed seperti di dalam rumah hantu. Jadi kalo mau kejar-kejaran mesra bak film Bollywood, silahkan aja.
- Ada banyak efek suara yang keras dan mengagetkan
- Di Suicide Forest, ada asap super tebal yang suka tiba-tiba disemprot. Mungkin sekitar 15-20 menit sekali. Pernah pada suatu titik, kita bener-bener nggak bisa ngeliat apa-apa di dalam Suicide Forest ini, karena efek asap lebay tersebut. Jarak
visibility-nya kayaknya cuma 5 senti. Berasa disembur orang lagi nge-
vape. Bikin panik parah!
- Karena
scare zone adalah zona terbuka—yang nggak se-“padat” rumah hantu—kita jadi lebih memperhatikan detil-detil yang sebenernya nggak pengen diperhatikan juga. Kok… ada mayat ngesot di kaki gue… kok ada kuntilanak di atas gue… kok… ada yang ngintip di balik pohon itu…
At the same time, area ini sangat seru buat foto-foto. Meskipun… gimana sih rasanya mau foto-foto, tapi dibelakang kita ada bahaya laten mengintai? Nggak ens!
Alhasil, kita letih banget ngider di Suicide Forest ini. Pengen banget keluar, tapi rutenya diputar-putar.
Tapi yang paling ngeselin, di gerbang keluar/masuk Suicide Forest ada sesosok “makhluk” yang stenbe dan bakal NGEJAR setiap pengunjung yang lewat situ. Kzl! Perasaannya kayak mau pulang ke rumah, tapi ada raja preman lagi nongkrong di pengkolan rumah kita.
Pas lagi capek dan galau berat kepengen keluar dari Suicide Forest, gue dapet telp dari Icha. Hore!
Jadi, setelah ketinggalan pesawat, lari-lari di bandara bareng suami, anak balita, dan bayi 8 bulan, akhirnya Icha berhasil menginjakkan kaki di Singapura, dan sudah dalam perjalanan menuju USS dari hotel, menjelang jam 10 malam. Udah pasti belum ganti baju dari pagi, tuh!
Bener aja. Ketika akhirnya kita berhasil keluar dari Suicide Forest dan ketemuan sama Icha, (tepat jam 10 malam), dese masih pake baju kantor. Hihihi. Bajunya pun udah mengalami siklus keringetan gobyos – kering – keringetan lagi – kering lagi. Untung Icha-nya masih kece, nggak tampak bagai pel basah.
Intinya, Alhamdulillah wa syukurillah, formasi
girl band ini lengkap sudah.
Alhamdulillah juga, kita semua lelet. Jadi walaupun Icha baru dateng jam 10 malam, kita baru masuk ke satu rumah hantu, sehingga Icha nggak terlalu ketinggalan.
Melewati parade March of the Dead
CHANGI HOSPITALAwalnya kita sempet gamang, karena dari hasil baca-baca di internet, konon ruhan ini paling serem. Masalahnya, walaupun baru masuk ke satu ruhan dan satu
scare zone, stamina kita rasanya udah kendor, mak. Sampe Mawar terang-terangan menyatakan, “Aduh, capek banget, gimana dong. Apa gue udahan, ya… capek banget…”
Supaya eling, kulambaikan lagi tiket dan Express Pass HHN di muka Mawar, supaya inget, harganya tiketnya tuh 782,476,199 rupiah. Mahal, rek! Jangan mau rugi!
Premis rumah hantu
Changi Hospital sendiri standar, yaitu tentang… rumah sakit berhantu.
Self-explanatory, ya.
Changi Hospital benar-benar ada di Singapura, dan (katanya) benar-benar berhantu. Sejarah dan
urban legend-nya panjaaang sekali, maka mungkin rumah hantu ini lebih “berasa” untuk warga Singapura.
Ibaratnya, orang Indonesia mungkin akan lebih berasa “serrrrr…” kalo masuk ke sebuah ruhan bertema Nyi Roro Kidul atau Si Manis Jembatan Ancol.
Drama sudah dimulai ketika kita baru ngantri masuk.
Jadi, ada seorang kakek-kakek Melayu yang nongkrong di pintu masuk ruhan ini. Dia pake kutang, sarung, jalan bongkok, dan nggak ngapa-ngapain. Cuma ngeliatin pengunjung satu persatu, dengan tatapan
creepy-nya. Huhuhu.
Berbekal pengalaman ke HHN tahun 2013 lalu, gue paham bahwa semakin kita menunjukkan ketakutan, kita akan semakin dikejar oleh para aktor hantu.
Masalahnya, Ayu tipe orang yang susah untuk menahan emosinya. Maka setiap kali masuk ruhan, dia selalu histeris.
Nggak terkecuali pas mau masuk ruhan ini. Ketika mulai jalan masuk, rombongan kita diikuti oleh si kakek-kakek yang makin lama makin mendekat… trus Ayu jejeritan! Jeritnya yang bener-bener “Aaaaaa!! Aaaaaa!!” Akibatnya, si kakek bener-bener NGEJAR Ayu. Apesnya, gue jalan persis di depan Ayu.
Akhirnya gue ikutan panik dan spontan ngebentak keras, “AYU! DIEM! Makin lo teriak, makin kita semua diikutin! Diem! Jangan teriak-teriak!!!!”
Akhirnya Ayu harus menelan teriakannya, mungkin sekaligus menelan airmatanya.
Ahahaha, maafin aku ya, bebih gurl. Namanya juga panik!
Anyways, Changi Hospital memang serem, dan para aktornya juga ngeselin
to the max. Aktingnya bagus, dan mereka benar-benar lompat nyergap kita (walau tetep nggak boleh nyentuh, ya). Tapi Alhamdulillah—
surprisingly!—Changi Hospital nggak seserem antisipasi gue.
Mungkin karena semakin lama kita keleleran di HHN, mental kita jadi semakin tertempa, makin hapal sama taktik nakut-nakutin para aktornya, dan jadi nggak terlalu kagetan. Bagus, deh!
Kelar dari Changi Hospital, kita menenangkan diri dulu dengan naik wahana-wahana andalan USS seperti The Mummy, Transformers, dan Puss in Boots. Hepi!
It was a pretty crowded night. Antrian Battlestar Galactica 100-150 menit aja, lhooo... sekian dan trims (
needless to say, we skipped it).
Ini ceritanya abis naik wahana 3D Transformer, ya, bukan ala-ala disko di Stadium jam 3 pagi!
WITCHES OF SALEMSetelah naik beberapa wahana, kita lanjut masuk rumah hantu
Witches of Salem. Untungnya, ruhan ini—menurut kita—lumayan garing. Kurang serem, dan terasa pendek. Mungkin karena faktor tema-nya, ya.
Setiap tahun, HHN memang selalu menampilkan rumah hantu yang bertema Asia, dan rumah hantu yang bertema
Western. Masalahnya, ruhan yang bertema Western jadi
hit-and-miss, karena mayoritas aktornya tetep berwajah Cina. Agak ilfil ‘kan liat penyihir-penyihir Salem—yang harusnya bule banget—ditampilkan oleh wajah-wajah Asia, hihihi.
MARCH OF THE DEADDari ruhan Witches of Salem, kita foto-foto sebentar di area
March of the Dead.